No comments yet

Saya Pun Rindu dengan Bela Kopeang

Berangkat dari kota Bumi manakarra Kami menuju Tapalang sebelum beranjak menuju Desa Bela, Kopeang. Setiba di ibu kota kecamatan Tapalang kamipun istirahat sejenak untuk meregangkan otot otot kaki.

Saat waktu shalat jumat tiba semua mobil rombongan mamuju mengajar berhenti tepatnya di desa Taan dan seusai shalat kamipun langsung bergerak menuju sebuah gunung untuk melanjutkan perjalanan, di perjalanan sekitar 30 menit saat meningglkan desa Taan kami dan rombongan kembali berhenti untuk Ber islam (isi Lambung) sambil saling kenal mengenal antara relawan satu dengan yg lain dari berbagai profesi setelah semuanya sudah aman perjalanan pun dilanjutkan, saya dan 3 orang relawan lain yang berada di dalam mobil warna Putih mulai menikamati perjalanan yang licin berbatuan dan berlumpur seketika itu rintik hujan pun Tak sabar untuk membasahi pepohonan sepanjang jalan yang dilewati.

Oh iya kami di temani seorang driver handal, sekitar sepertiga jalan sang sopir melihat sebuah ransel berwarna biru navi yg dipenuhi percikan percikan lumpur, sang driver berhenti dan berkata”weh ada tas jatuh nda naliatki orang di mobil yang bawa, sayapun mencoba meliriknya lalu berkata “hm siapa aimo punya tas itu untung kita liat ji, cek per cek saya turun dari mobil untuk mengambil tas tersebut dan ternyata ransil itu adalah milik pribadi saya yang saya titip di mobil ceroke buatan amerika.di dalam mobil teman saya mulai tertawa kepadaku sambil mendengar suara musik, saat perjalanan yang saya rasakan mulai agak aneh pendakian dengan bebatuan lepas, denyut jantung pun mulai agak cepat tapi beda dengan sang driver handal beliau hanya tersenyum dan sesekali mengikuti suara musik yang sedang di putar, tetta sapaan akrabnya beliau salah satu pimpinan bank di pasangkayu pahlawan saat perjalanan menuju bela, jalanan terjal bebatuan dan lumpur selalu santai saat mau melewatinya dia hnya butuh balutan nikotin(rokok) jika di depan terdapat halangan tanpa menyuruh kami untuk turun dari siputih.

Sebagai penyemangat dalam perjalanan bahwa di Bela dan Kopeang sana ada banyak mimpi dan Harapan yang menunggu kehadiran kami. Satu demi satu gunung terlewati sang raja siang mulai tersipuh malu pertanda malam akan segera tiba cacing dalam perut sudah mulai tak terakomodir saat itu bertetapan salah satu mobil rombongan kami mengalami kendala hingga kami memutuskan untuk istirahat sejenak sambil membuka sisa sisa bekal untuk di makan, salah satu dari kami dg Aca mengambil buras yang ada dalam mobil yang dia tumpangi lalu membawa le mobil kami untuk dimakan bersama,kemudian pintu belakang mobil yang ada di depan kami sontak terbuka dan kalau tidak salah ada empat gadis di dalam rupanya mereka juga lapar ingin makan buras, salah seorang dari mereka bertanya adakah Buras?? Lalu tetta menjawab ada ji sisa 1 biji bukan 1 ikat. Ah sudahlah tak usah di ingat lagi biarlah cerita itu terbalut dalam lipatan waktu kelak akan menjadi cerita indah untuk orang orang yang belum pernah menginjak kan kaki di Bela kopeang.

Wahab Masagena – Relawan SIC Bela Kopeang

Post a comment