
Saya adalah salah satu volunteer Mamuju Mengajar yang sudah terlibat dalam kurung waktu 10 bulan mengabdi untuk jadi relawan volunteer Mamuju Mengajar. Banyak program kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh Mamuju Mengajar salah satunya adalah Sharing Is Caring 2 yang dilaksanakan di Desa Bela Kopeang Kecamatan Tappalang Kabupaten Mamuju.
Ada beberapa hal yang mengesankan dalam kegiatan Sharing Is Caring yang ke 2 kali ini, sejak pada tanggal 19 November 2019 saya berangkat dari Polewali menuju ke Kota Mamuju untuk bergabung dengan kakak – kakak volunteer yang lain guna untuk membantu mempersiapkan segala sesuatu yang butuhkan oleh Mamuju Mengajar. Setelah sampai disana segala hal kami sudah persiapkan mulai dari Penyusunan konsep kegiatan, briefing relawan, menyiapkan perlengkapan, mempersiapkan bahan makanan yang akan jadi bekal perjalanan dan berada dilokasi tentunya.
Saya berada di tengah-tengah orang hebat yang penuh dengan segudang pengalaman dalam hal dunia kevolunteeran tentunya. Saya beradaptasi dengan mereka untuk berbaur membantu dan melaksanakan segala sesuatu persiapan yang sudah direncanakan sejak awal. Tantangan tentunya ada dalam hal seperti ini, namun dengan komitmen serta solidnya kakak-kakak relawan sehingga kami semua bisa berkolaborasi pada bidang-bidang yang ditugaskan.
Pada kesempatan kegiatan ini saya mendapatkan kepercayaan sebagai Tim Documentasi selama kegiatan berlangsung, tentunya adalah kesempatan yang sangat luar biasa dalam diri saya secara pribadi. Namun hal tersebut, selain dipercaya sebagai tim documentasi kami selalu ditugaskan diposisi yang diluar dari bidang kami dikarenakan untuk saling melengkapi agar terlaksananya kegiatan tersebut.
Tepat pada pukul 05:00 subuh Jumat, 22 November 2019 Kami sudah prepare untuk pemberangkatan menuju lokasi dan berada di tempat titik kumpul seluruh relawan yang akan berangkat pada hari itu. Mobil – mobil off-roader dari Komunitas IOF Sulbar sudah siap mengankut kami menuju lokasi.
Semua sudah diatur sedemikian rupa mulai dari penempatan barang ke mobil beserta pengaturan relawan ditiap-tiap mobil. Saya berada di Mobil off-roader tipe Hartop berjulukan Tobular dengan driver legendaris yaitu Daeng Lili dan Om Aco dan saya bersama kawan volunteer Mamuju Mengajar atas Nama Muh. Ansyari relawan dari Mamuju. Perjalanan kami berangkat dari Kota Mamuju Menuju Kecamatan Tappalang berlangsung sekitar 1 jam lamanya jarak tempuh dan singgah melaksanakan Ibadah Shalat Jumat di Tappalang bersama seluruh relawan yang lain. Saya dan Kanda Ansyari duduk di belakang Mobil Tobular sesekali kami duduk diatas atap mobil sembari menikmati perjalanan sambil memotret kakak-kakak yang berada dibelakang kami.
Setelah melaksanakan ibadah shalat jumat kami melanjutkan perjalanan menuju ke Desa Bela Kopeang dengan kisaran jarak 64 Kilometer dari Kota Kecamatan Tappalang. Perjalanan yang sesungguhnya baru dimulai mengingat informasi dari Tim Survei Kegiatan Sharing Is Caring bahwa perjalanan tersebut akan menghadapi beberapa tantangan diantaranya Jalanan yang bebatuan, Penuh Lumpur, turun hingga sampai 90 derajat dan melalui hutang belantara Kecamatan Tappalang. Benar apa yang disampaikan Tim Survei bahwa perjalanan ini betul-betul menantang ardenalin para driver Off-roader, masing – masing driver mengadu skill melewat medan yang begitu luar biasa, tentunya saya percaya pada Driver saya Daeng Lili di bantu Navigator Om Aco yang penuh dengan segudang pengalaman dalam hal melewati jalu-jalur yang begitu ekstrim.
Ditengah perjalanan hujan pun menghiasi nuansa perjalanan kami di sepanjang jalan. Tentu hal ini kami yang berada di belakang mengalami basah kuyup tetapi tak tidak menghalangi semangat kami untuk sampai ke Desa Bela Kopeang. Ada yang menarik dalam perjalanan kami, sesekali kami loncat turun dari mobil dengan instruksi dari navigator mengganjal Ban belakang Mobil ketika mobil mengalami hambatan jalanan peninggian saat mobil tak sanggup mendaki. Navigator pun kadang turun melihat sesekali medan dan kadang tiba-tiba berteriak tarik wings ikat ke pohon. Itu instruksi yang di perintahkan kepada kami, dan secara spontang kami bergegas ikut membantu tarik wings dari depan mobil. Itu yang kami lakukan sepanjang jalan, mengingat kekuatan tanah lumpur menghiasi Ban mobil begitu lengket sehingga mobil terhiasi dengan coklatnya lumpur dari jalanan.
Sesampainya kami di Bela kami menghadapi betul – betul tantangan jalanan yang berlumpur dengan kedalaman lumpur sampai di lutut orang dewasa. Para driver mengeluarkan skill terbaiknya untuk melewati jalanan yang berlumpur dengan jarak sekitar 500 meter yang ada didepan kami. Pada hari itu hanya 6 mobil yang bisa melewati jalanan berlumpur yang saling tarik menarik mobil satu sama lain, Tali Wings masing-masing mobil dikeluarkan untuk membantu mobil yang terjebak di kubangan lumpur. Kami melawan ganasnya lumpur hingga sampai malam dan mengambil kesimpulan untuk istirahat sejenak untuk memulihkan tenaga yang terkuras serta mengistirahatkan sejenak mobil. 7 mobil yang tersisa di belakang yang belum bisa melewati jalanan berlumpur tersebut mengambil keputusan juga untuk istirahat dan bermalam di jalanan mengingat medan yang begitu ganas dan kondisi juga sudah mulai malam sehingga memutuskan untuk menembus di pagi hari. Mobil yang berhasil tembus masuk di Desa Kopeang pada malam itu adalah Mobil Mas Jawa, Om Dandi, Tobular, Cheroke, Om Tetta, Forse serta para Bikers Motor Trail. Kami sampai tepat pada jam 12 malam dan Mobil Om Anto menyusul berhasil sampai pada jam 3 Subuh pagi. Dan di pagi hari sisa mobil bergegas untuk menembus ke lokasi dan berhasil sampai ke Desa Kopeang dimana kegiatan kami berpusat disana.
Dalam perjalanan melewati lumpur dan bebatuan serta jalanan peninggian, saya mengalami dua kali terjatuh dari mobil sehingga lutut kaki kiri saya sempat terbentur dengan batu besar sehingga sedikit mengalami cidera luka dalam. Sesampai di SDN Kopeang saya baru merasakan sakitnya dan sempat putus asa dengan kondisi lutut yang tak bisa saya gerakkan, bahwa mungkin besok pagi ini saya tak mampu bekerja untuk mengambil gambar aktivitas kakak-kakak relawan di esok pagi. Tepat pukul 03:00 subuh saya terbangun duduk dan merenung menangis dengan kondisi lutut yang tak bisa saya gerakkan dan saya menangis bukan karena rasa sakitnya tapi saya menangis karena sudah putus asa tidak bisa bekerja untuk besok pagi dengan amanah yang diberikan oleh Ketua Mamuju Mengajar sebagai Tim Documentasi.
Di pagi hari saya mengambil keputusan untuk menuju ke Posko utama dengan alasan saya lebih baik bekerja di bagian dapur membantu kakak-kakak yang menyediakan konsumsi relawan dikarenakan kondisi lutut yang tak berdaya. Tapi kuasa Illahi Rabbi memberikan petunjuk kepada saya, sesampai di posko utama Mas Fery melihat kondisi lutut saya yang tak berdaya, dan beliau kebetulan ahli dalam pemijatan dan mencoba mengobati lutut saya. Di saat Mas fery mengobati lutut saya dan ternyata saya tak mampu menahan rasa sakit itu saat di urut oleh Mas Fery, saya berteriak dan menangis menahan rasa sakitnya yang begitu luar biasa tak bisa saya ungkapkan oleh kata-kata. Tapi setelah itu perubahan sedikit mulai membaik, sudah mulai bisa saya gerakkan dan bisa saya berjalan walau sepenuhnya belum sembuh.
Setelah Mas Fery mengobati lutut saya, secepatnya saya bergegas mengambil properti kamera dan secepat mungkin langsung bertugas memotret aktivitas kakak-kakak volunteer meski memaksakan kaki yang belum sebuh total. Dan Alhamdulillah semua bisa saya lakukan meski harus mondar mandir sendirian memotret aktivitas kakak-kakak mengingat volunteer Tim Documentasi yang lain masih terkendala proses perjalanan yang belum hadir pada pagi itu.
Terima kasih Mas Fery atas pengobatannya yang sangat membantu saya untuk bisa melakukan tugas saya sebagai Tim Documentasi dalam kegiatan Sharing Is Caring ini. Tanpa beliau saya sudah merasa pasrah dalam pribadi pada waktu itu. Beliau sangat berjasa bagi saya tanpa dia semua tak bisa saya lakukan semau ini demi menjalankan tugas yang besar ini.
Semua kegiatan berjalan dengan baik apa yang telah direncanakan oleh ketua Mamuju Mengajar dan rekan – rekan volunteer yang sangat luar biasa tetap pada koridor komitmennya sehingga kegiatan ini bisa terlaksana. Dimalam akhir kegiatan kami menikmati nonton bersama dengan seluruh masyarakat Desa Kopeang dan seluruh relawan yang terlibat, Malam itu sangat istimewah melihat raut muka masyarakat Desa Kopeang yang begitu tertawa lepas menikmati flim – flim yang dipudar pada malam itu. Rasa haru sangat saya rasakan, kebahagian mereka pada malam itu, saya sudah dianggap anak oleh masyarakat desa kopeang. Saya akui, saya menangis terharu melihat mereka yang begitu ramah dan menyambut kami dengan sepenuh hati serta berpikir berat ketika harus meninggalkan Desa Bela Kopeang ini. Hati ini serasa tertanam kuat dan melekat kepada masyarakat Bela Kopeang untuk tidak meninggalkan mereka, namun apa daya kami harus bergegas di pagi hari untuk meninggalkan Desa Bela Kopeang.
Esok paginya kami sudah prepare untuk beranjak balik pulang menuju kota Mamuju, dan Masyarakat pun antusias berdatangan memberikan salam perpisahan kepada kami. Kutatap satu persatu raut wajah mereka yang begitu polos dan tersenyum lepas kepada kami dan saya pun sesekali menundukkan kepala meneteskan air mata serta kusapu air mata itu agar tak terlihat kepada masyarakat Desa Bela Kopeang bahwa kami tidak menunjukkan kesedihan kepada masyarakat Desa Bela Kopeang.
Kami pun beranjak meninggalkan Desa Bela Kopeang dan kembali menghadapi tantangan jalanan yang berlumpur, bebatuan, turunan yang terjal dan terlibang sangat ekstrim. Dalam pertengahan perjalanan kami dilanda kembali hujan yang lebat dan terjebak di kubangan lumpur yang dalam sehingga semua unit kendaraan terjebak. Dari pagi sampai siang kendaraan masih terjebak di jalanan berlumpur hingga akhirnya kami beristirahat sejenak dan mengisi perut dengan makanan yang seadanya. Makan bersama kakak-kakak relawan menjadi suatu ikatan yang sangat kuat yang bermandikan lumpur sambil makan di kubangan lumpur ditengah sawah yang terbentang luas. Kami saling berbagi makanan satu sama lain dengan kakak – kakak relawan di perjalanan dan sesekali kami saling memotret moment kebahagian dalam candaaan kami di perjalanan.
Pada saat kendaraan kami terjebak dilumpur saya berinisiatif mengambil kamera untuk memotret moment langkah ini dan mencari tempat sudut yang terbaik di area sekitar sawah untuk mendapatkan hasil yang maksimal tentunya. Saat saya berjalan di area sawah dan mendapatkan tempat yang bagus saya mencoba melangkah ketempat tersebut. Saat mendekati area tersebut saya mencoba melompat ke area tersebut yang beranggapan bawah di aliaran sungai ini mungkin dangkal tapi tau-taunya saat saya mau meloncat saya terperosok turun ke sungai sawah tersebut. Yang tadinya pikiran saya aliran sungai tersebut itu danggal dan ternyata sangat dalam hingga sampai dibagian dada saya pada aliran sungai tersebut. Untung tak ada yang melihat saat saya terjatuh turun, hingga akhirnya saya yang menertawai diri saya sendiri yang terperosok turun ke aliran sungai sawah tersebut. Saya tidak langsung berangjak naik, namun saya menikmati kejadian itu dan tetap mengambil gambar diposisi yang sudah terperosok.
Berbagai masalah kami hadapi sepanjang jalan entah mobil mogok, mobil ban kempes, menabrak tiang listrik, menabrak lereng gunung, dan masih banyak peristiwa yang lain tak dapat saya sebutkan satu persatu. Petang pun sudah menghampiri dan Alhamdulillah semua unit mobil sudah lolos dari jebakan lumpur tersebut. Kami segera bergegas melanjutkan perjalanan menuju pulang hingga malam tiba kami masih dalam perjalanan.
Dalam perjalanan, saya sempat terjatuh lagi dari mobil saat melewati aliran sungai yang berjembatan kecil, tiba-tiba mobil menancap gas turun ke aliran sungai tersebut dan secara spontang saya terjatuh dari mobil dan pegang yang tidak siap sehingga terjatuh dari belakang mobil Tobular dan mendarat di kubangan aliran sungai yang berlumpur.
Tepat pada pukul 11:00 malam sekian, terjadi insiden yang begitu mengerikan dalam perjalanan kami pulang. Tepat pada titik lokasi penurunan yang terjal yang penuh dengan bebatuan serta tanah yang masih basah, tiba – tiba mobil ( Tobular ) yang saya tumpangi mengalami mesin mobil tiba-tiba mati dan rem blong hingga akhirnya mobil tobular merosok melaju sangat kencang turun dan menabrak mobil Om Dandi.
Buuuurrrrrrrr………………. Seperti itu lah suara yang menghantam mobil Om Dandi yang tepat berada di depan kami. Sebelum kejadian itu, saya dan kanda Ansyari sempat ngobrol canda riang membahas masalah pujaan hati yang membuat kami sesekali tertawa lepas keras diatas mobil Tobular sambil berpegangan kuat di besi mobil. Pas setelah tikungan penurunan lokasi kejadian saya dan kak Ansyari mendengar percakapan Daeng lili dan Om Aco yang berkata mesin mati dan rem blong. Saya dan kak Ansyari langsung terdiam dan saling menatap tak bersuara padahal yang tadinya kami baru saja sudah tertawa lepas untuk menghilangkan lelah dengan candaan tersebut. Saya dan kak Ansyari langsung berpegangan kuat di besi mobil dan sambil meneriakkan Allahuakbar….. Allahuakbar…. Allahuakbar….. dengan mata yang tertutup berserah diri kepada Sang Maha Kuasa atas nyawa kami yang terancam dalam peristiwa tersebut.
Pas mobil Tobular yang dikemudikan Om Aco menabrak mobil Om Dandi, Kak Ansyari terlempar lebih dulu dari mobil dan saya pun masih diatas mobil bertahan dengan pegangan yang kuat pada tali pengikat ban mobil. Dan mobil masih melaju merosok kebawa hingga Om Aco berinisiatif membelokkan mobil ke samping kanan dan bagian depan merosok ke jurang dan menabrak pohon, kemudian saya pun terlempar dari mobil yang sempat berputar satu kali diudara dan mendarat ke tanah dengan lutut yang kembali terbentur oleh tanah yang bebatuan.
Kuasa Sang Illahi Rabbi masih memberikan kami keselamatan pada peristiwa yang mengerikan tersebut. Rasa trauma menghantui dalam perasaan pada waktu itu, yang hampir meredang nyawa kami yang berada diatas mobil. Saya pun sempat terdiam kembali yang sementara terkapar di jalanan dengan penuh istigfar dan berusaha memenangkan diri mengingat kepada sang maha kuasa.
Teriakan kanda Daus yang terus berteriak mencari kami yang masing – masing terlempar berjauhan terdengar ditelinga dan saya pun membalas panggilan kanda Daus bahwa saya baik-baik saja kanda. Pak Dokpol Dr. Rocky dan Kanda Esa bergegas memberikan kami pertolongan pertama dan mengecek luka-luka yang kami alami pasca kecelakaan tersebut.
Setelah pasca kecelakaan Daeng Lili dan Om Aco serta kakak-kakak yang lain mengevakuasi mobil Tobular dan memperbaiki kondisi mobil agar bisa kembali melaju menuju pulang. Kisaran 30 Menit lamanya evakuasi mobil serta memperbaiki kembali dan kami melanjutkan perjalanan pulang. Larut malam pun semakin menghiasi perjalanan, dan akhirnya Om Dandi mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan perjalanan mengingat kondisi yang lelah serta ditambah insiden kecelakaan, hingga kami beristirahat di pinggiran sungai dengan menderikan tenda masing-masing. Malam itu, saya masih terbayang rasa trauma atas insiden kecalakaan sambil merenung berserah diri kepada sang maha kuasa. Pasca kecelakaan saya berpindah mobil ke mobil Om Anto dan masih menghantui rasa trauma ketika melihat mobil tobular. Saya tidak pernah menyentuh mobil Daeng Lili sepanjang perjalanan pulang setelah insiden kecelakaan tersebut.
Kicauan burung terdengar ditelinga sebagai penanda bahwa sudah pagi telah menyambut kami. Semua relawan kembali bergegas prepare untuk melanjutkan perjalanan pulang menuju kota Mamuju. Dalam perjalanan Mobil Om Dandi kembali mengalami masalah yang tidak bisa menyala yang setelah menaklukkan medan peninggian. Para Off-Road menghentikan kendaraan dan bergegas membantu menyelesaikan masalah Mobil Dandi agar segera bisa pulih dan al hasil mobil Om Dandi belum bisa pulih kembali. Saya dan kakak – kakak relawan yang lain beristirahat sambil berbagi canda tawa sesekali untuk menghibur kelelahan. Dan tiba-tiba Om Sunci atau di sapa Mas Jawa datang menghampiri kami semua dan menyuruh Mobil Forse dan Mobil Om Anto untuk melanjutkan perjalanan tetapi ada tugas yang diberikan oleh Om Dandi Dan Om Sunci untuk mencari beberapa alat untuk bisa memperbaiki kembali mobil Om Dandi. Saya pun ikut beranjak melanjutkan perjalanan bersama mobil Om Anto menuju ke Kota Mamuju.
Setelah sampai di Jalan Trans Sulawesi Kecamatan Tappalang rasa tegang sudah sedikit terobati dengan melihat jalanan beraspal. Saya dan rombongan relawan di mobil Om Anto beristirahat sejenak di Pertamina Tappalang sambil Om Dandi menelpon dan memberikan instruksi kepada Tim Matrex Motor Trail agar segera memberikan bantuan evakuasi kepada relawan yang masih bertahan didalam perjalanan. Sekitar 30 menit para bikers Matrex Motor Trail datang berkisaran sekitar 20 motor dengan membawa bantuan berupa makanan, air minum, dan beberapa alat yang harus dipasang di mobil Om Dandi.
Mobil Om Anto dan Tim Matrex Motor Trail kembali masuk ke jalur perjalanan Desa Kopeang untuk mengevakuasi mobil Om Dandi dan memberikan bantuan kepada relawan yang bertahan didalam. Saya pun tidak ikut kembali masuk dan menunggu kedatangan kakak-kakak relawan sampai ke Tappalang. Saya menelpon kak Puje untuk memberikan bantuan jemputan kendaraan untuk kakak-kakak yang lain. Tidak berselang lama kak puje datang dengan kendaraan mobil Avansa putih dan mengankut kami membawa pulang ke kota mamuju. Sesampai di Mamuju kami terus saling berkabar kondisi kakak-kakak relawan yang lain untuk mengecek kondisi keadan kakak-kakak relawan yang lain.
Dan semua relawan sampai dengan selamat ke Kota Mamuju serta kembali bergegas balik kekediaman masing-masing dan menikmati peristirahatan mereka. Jadi, hal yang bisa saya petik dalam kegiatan ini adalah menjadi diri sendiri itu memang penting tetapi menjaling kebersamaan dan membangun persaudaran adalah hal yang paling berharga dan tak ternilai oleh apapun. Berbagi sesama adalah sebuah perbuatan yang mulia walau hanya sebijing kacang namun berlandaskan keikhlasan yang tulus dari hati.
Rahmat Abdulluh – Tim Dokumenter Mamuju Mengajar