
Sharing is caring pertama telah berlalu, kala itu saya salah satu dari puluhan relawan yang tergabung dalam kegiatan mengajar sehari disalah satu sekolah terpencil yang jauh dari hingar bingar perkotaan, tanpa jaringan seluler, jaringan internet, tanpa listrik dan penuh dengan keterbatasan, sebagai seorang anggota polri yang saat ini bertugas sebagai bhabinkamtibmas kegiatan seperti ini merupakan salah satu inovasi bagi saya dan juga merupakan pengalaman yang bisa saya terapkan diwilayah binaan.
Desa Karama Kecamatan Kalumpang 26-29 Januari 2018 silam adalah pengalaman pertama bergabung bersama tim relawan dari berbagi profesi, ditempuh dengan jalur darat sekitar 71 kilometer dari pusat pemerintahan kabupaten mamuju dengan durasi waktu 5-6 jam.
Setelah tiba di pusat kecamatan Kalumpang nafas lega terhembus sembari merebahkan tubuh disalah satu teras rumah warga sekitar untuk kembali memulihkan stamina yang terkuras selama perjalanan. Berharap ini adalah desa tujuan relawan, namun sang koordinator “KAK SALEH” kembali mengencangkan denyut jantung para relawan dengan kalimatnya “ayo kita masih akan melanjutkan perjalanan dengan mengarungi sungai ini”
Sontak seluruh relawan terutama relawan kaum hawa kaget dan wajah pucat dan suara gelegar HAAAAH,,, beribu alasan terlontar dari para relawan,, kak inikan sudah hampir magrib, kak perahunya kecil, kak saya tidak biasa naik katinting. “kak apa tdk bisa berangkat besok saja, kak dan kak”. Tapi pada akhirnya semua pasrah harus ttap berjuang melanjutkan perjalanan menuju satu desa terpencil alias desa terujung dari kecamatan kalumpang yakni desa Karama,
Melihat kondisi sungai dan suara arusnya beriak deras serta air sungai berwarna coklat ditambah kapasitas perahu (katinting) yang tak memadai akhirnya saya memilih jalur darat dengan mengandalkan kuda besi jenis trail, sambil menunggu 4 relawan yang masih tertinggal diperjalanan. Tekad sayapun semakin bulat bahwa saya akan menjadi sweeper bagi mereka untuk jalur darat nanti,
Magrib-Isya telah berlalu, saya masih dalam posisi menunggu 4 volunteer lainnya yang konon katanya ini relawan senior dari kota Makassar dan Balikpapan. Pucuk dicinta ulampun tiba, sekitar pukul 21.00 malam mereka tiba dan kami bangun konsolidasi untuk menaklukkan track darat dan menembus gelapnya malam untuk menuju desa Karama.
Dengan mengandalkan navigator lokal (warga setempat) pukul 22.15 kami memulai perjalanan, ANCA adalah warga lokal yang kami beri jabatan sebagai guide tim dan IPDA RUSTAM Selaku leader tim, KAK ANSHARI dan KAK WAHAB sebagai Porter, saya sendiri tetap selaku Sweeper yang bertugas mengawasi rekan rekan relawan dari belakang sambil membonceng KAK RHUBY relawan senior dari makassar,
Perjalanan pun dimulai dengan harapan perjalanan akan sangat menyenangkan. Berdasarkan cerita warga setempat bahwa jalanan sudah bagus kendalanya hanya jika hujan turun maka akan becek dan licin. Kami merasa semoga saja demikian adanya hingga satu demi satu jembatan gantung menari, jembatan gantung renggang dan sempit kami lewati berharap tujuan semakin dekat, namun kenyataan tidaklah sesuai dengan ekspektasi, jalur menanjak, menukik, terjal pinggir jurang yang curam, jatuh bangun, saling bantu dorong ditanjakan bergantian kami lakukan, guide kami yang sangat kami andalkanpun mengalami hal yang sama dengan kami, bahkan lebih parah karena kakinya terkilir dan telapak tangannya penuh luka gores akibat jatuh bangun mengendalikan kuda besinya.
Singkat cerita pukul sekitar 03.00 lewat dini hari tim kami menjejakkan kaki didesa tujuan, namun kami belum tahu harus kekediaman siapa, kamipun tak tahu kabar tim relawan lainnya yang berangkat lebih dulu dari kami sejak sore hari menggunkan ketinting via jalur sungai, sehingga kami memilih salah satu teras rumah warga sebagai shelter sambil memberi kode sang guide untuk keliling desa mencari tahu kabar dan posisi tim relawan yang pertama,
Sekitar setengah jam kemudian guide kami tiba dgn rawut wajah setengah ceria memberi kode “ayo ikut saya, kita ketempat istrahat” akhirnya kami bergabung dengan tim relawan lainnya yang sudah tertidur pulas berantakan tak beraturan diteras rumah milik warga yang menjadi camp kami,
Dalam kondisi lelah saya tetap berusaha menyesuikan diri dengan sisa sisa tenaga yang kumiliki untuk berganti pakaian yang basah keringat dan kotor krn jatuh bangun cium tanah air selama perjalanan tadi, setalah merasa sdh cukup bersih saya bersujud melaksanakan kewajiban, kebetulan saat itu waktu sdh menunjukkan pukul 04 lewat, misi berikutnya kulanjutkan dengan mencari space kosong disela sela relawan lainnya untuk sebisa mungkin merebahkan tubuh, alhamdulillah matapun terpejam lelap dan pagipun tiba, seluruh relawan sibuk dengan persiapan masing2 untuk memulai aktifitas sesuai scedule.
Itulah sepenggal memory tentang SIC Karama (Bacth#1), yang kembali teringat karena riak SIC Batch#2 telah terpublish dan berseliweran disosial media. Setelah saya merespon info recruitmen SIC BACTH#2 sedikit yang mengganjal keinginan saya untuk kembali berpartisipasi adalah karena titik kegiatan yang akan ditempati adalah desa BELA KOPEANG yang terletak dikecamatan Tapalang.
Eman Sulaiman – Tim Relawan SIC Bela Kopeang