
Sistem barter banyak terjadi di Indonesia. Sejak zaman penjajahan kolonial Belanda. Hingga sampai saat ini, tradisi ini masi dilakukan oleh penduduk pedalaman kecamatan Tappalang kab. Mamuju yaitu desa Bela Kopeang
Harga ikan 3 x lipat di Tanah Bela, dari harga normal di Tappalang. Sebagian warga menukar beras putih dengan ikan. Bandingannya 3 liter beras 1 kantongan plastik ikan berisi 5 ekor ikan dan kebudayaan ini secara bergilir dilalukan oleh warga tanpa aturan formal walau semua desa telah ada sistem pemerintahannya bahkan desa bela sejak dulu punya kantor adat yang mengatur adat istiadat proses kehidupan bermasyarakat dan berbudaya
Hal mulia ini tidak semua orang bisa melakukannya dengan resiko yang berat. Dika (31) satu satunya penjual Ikan dari Tappalang, anak Pak Imam Mesjid Bela yang sudah tinggal di Pesisir karena beristri. Demi kampungnya, rela berkorban dengan sepeda motornya merek honda sufra fit yang harus dililit ban belakangnya dengan rante agar dapat melewati medan yang terjal puluhan km harus membawa dua termus besar yang berisi ikan segar dari tappalang
Tak hanya medan terjal,perjalanan menyebrang sungai besar dan menempuh perjalanan yang rusak parah selama 5 jam dengan jarak 30 km untuk menjual beras dari Bela di Kota Tappalang sebagai salah satu hasil bumi yang paling banyak didalam. Kalau berjalan 8 jam dan pakai IOF 6 jam
Bayangkan kalau sungai meluap, ikan membusuk diperjalan dan rakit yang menjadi andalanpun tidak bisa digunkan menyebrang. Bukan hanya kebutuhan pokok, meliankan orang sakit, melahirkan dan kepentingan lainnyapun. Baiknya jembatan penyebrangan seperti di kec. Alu Polman juga dibangun demi akses transportasi penduduk membawa hasil bumi sebagai investasi hidup jangka panjang dan keperluan lainnya
Hasil bumi yang sudah jadi ekonomi, langsung dibelanjakan buat kebutuhan sehari hari. Seperti ikan kering, pakean, sabun dan semua jenis kebutuhan yang setiap hari dibutuhkan oleh warga dibelanja secara langsung pun dititip ke keluarga yang ke kota
Ojek tidak ada,,hanya beberapa motor pribadi kelurga yang bisa diminta tolongi untuk menitip atau mengantar langsung membawa hasil bumi, menjual dan belanja dikota. Kira-kira sewa ojek Rp. 200.0000 an pulang pergi jika ada jasa seperti ini
Walau dana desa ada ratusan sampai milyaran rupiah. Juga tidak cukup untuk menutupi krikil dan lumpur berserakan dijalan poros. Hanya dalam desa itupun cor jalanan motor selebar setengah meter. Mungkin juga karena akses bawa material berat
Masyarakat yang tak berdaya, tak punya kekuatan untuk membuat sebuah jalanan yang baik kecil pun besar. Hanya berpasrah diri hidup bergantung pada alam, hidup yang dibawa senang yang sudah zona nyaman kebiasaan penduduk pedalaman
Masyarakat di bela kopeang penuh harap pemerintah setempat memperhatikan akses jalanan kesana untuk mengatasi kesenjangan yang ada, sebab kesenjangan tidak akan terlena selamanya
Sumber : Urwa – Relawan Mamuju Mengajar di SIC2
Komisioner KPID Sulbar